Kemana Pajak Mengalir
Pajak merupakan representasi dukungan ekonomi rakyat terhadap negara. Secara legitimasi dana dari pajak seharusnya dikembalikan oleh negara untuk kepentingan rakyat, penggunaannya harus diarahkan untuk membangun kesejahteraan rakyat.
Agar penggunaan pajak sesuai dengan yang diinginkan oleh rakyat, maka rakyat harus berpartisipasi aktif dalam melakukan kontrol terhadap negara, (dalam hal ini badan perwakilan rakyat) harus terlibat aktif dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi penggunaan sumber keuangan dari pajak. Rakyat berhak menentukan kemana pajak seharusnya digunakan. Bahkan lebih jauh lagi, rakyat harus bisa meng-kontrol elit birokrasi otoritas pajak.
Itulah sebabnya, sangat wajar bila kasus mafia pajak yang melibatkan aparat pajak menuai reaksi keras dari rakyat. Rakyat menilai bahwa pajak adalah kewajiban, membayar pajak merupakan beban yang harus ditanggung oleh rakyat.
Mengapa Harus Bayar Pajak
Konon,
pajak adalah konsekuensi logis dari terbentuknya suatu negara. Secara
filosofis, negara adalah komitmen rakyat untuk mencapai tujuan bersama. Jhon
Locke (1689) dalam teorinya menyatakan bahwa masyarakat secara alami mempunyai
keinginan kuat untuk membentuk suatu negara. Negara dipercayai akan berperan
lebih kuat dalam melindungi kehidupan (lives), kemerdekaan (liberty) dan
kepemilikan (property).
Hobbes
melemparkan gagasan tentang ius
naturalis (hukum alam), dia percaya bahwa sebelum ada negara, tiap
orang cenderung mempertahankan hidupnya masing – masing, bahkan dengan dengan
cara memangsa orang lain, homo
homini lupus – manusia menjadi serigala bagi
manusia lain. Bahkan jauh hari, Plato dan Aristoteles mengajukan teori
yang banyak menuai kritikan, bahwa negara memang sepatutnya memiliki kekuasaan
yang besar untuk mengatur individu yang cenderung liar. Individu cenderung
lebih mementingkan diri sendiri dan kelompoknya dengan mengorbankan kepentingan
orang lain.
Negara
dibentuk untuk tidak membiarkan setiap individu bersaing secara bebas
tanpa batas yang dapat menimbulkan kekacauan dan pada akhirnya merugikan
masyarakat secara keseluruhan. Negara membuat keteraturan dalam upaya mencapai
tujuan bersama.
Dalam
menjalankan aktivitasnya, negara memerlukan biaya. Secara garis besar, sumber
pembiayaan negara diperoleh dari tiga hal yaitu dari :
pajak, kekayaan alam dan pinjaman luar negeri. Sampai sekarang banyak
ekonom yang percaya bahwa pembiayaan yang paling mudah dan murah adalah dari
pajak.
Pajak
dipungut dari rakyat oleh negara. Ini berarti, rakyat berkewajiban membayar
pajak, agar negara bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Ditinjau dari sisi
legalitas, negara memiliki otoritas legal untuk memungut pajak, sedangkan
rakyat berkewajiban membayar pajak sebagai konsekuensi dari komitmen dalam
pembentukan dan mempertahankan negara.
Pajak Makanan dan Minuman
Posted in Labels: Teori
Organisasi Umum II | at 3:06 PM
Sebagian besar kalangan masyarakat masih menganggap pajak
makanan dan minuman yang masih dikenakan di restoran-restoran merupakan PPN
(Pajak Pertambahan Nilai) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Itu mungkin
dikarenakan tarif PPN sebesar 10% sama dengan tarif pajak makanan dan minuman
sebesar 10% juga. Tarif pajak makanan dan minuman di restoran merupakan
kebijakan dari pemerintah daerah tanpa pengaruh dari pemerintah pusat.
Di dalam pasal 4A UU PPN baru,
ada beberapa jenis barang yang bebas PPN adalah:
- Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
- Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
- Uang, emas batangan, dan surat berharga.
Seperti yang telah dijelaskan di
detik.com bahwa undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) tidak mempengaruhi pajak makanan yang
dijual di restoran. Makanan yang dijual di restoran tetap dikenakan pajak
pembangunan (PB1) sebesar 10% yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Walaupun dalam UU PPN baru nomor 42 Tahun 2009 dijelaskan makanan dan minuman
yang dibeli di restoran bebas PPN 10%, namun itu tidak berpengaruh, karena
makanan dan minuman di restoran tetap dikenakan Pb1 sebesar 10%. Pengamat
perpajakan Darussalam juga menjelaskan, "Memang konsumen seringkali salah
mengira kalau itu adalah PPN, sebab besarannya sama-sama 10%. Padahal itu
adalah Pb1 yang dipungut oleh Pemda. Jadi itu bukan PPN,". Konsumen
diminta jangan sampai salah mengira dan protes kalau tetap ada pemungutan pajak
10% atas pembelian makanan di restoran, rumah makan, atau hotel. Karena pajak
tersebut adalah adalah Pajak Pembangunan yang memang dipungut oleh Pemerintah
Daerah.